yusuf-arnold.blogspot.com,
Keselamatan setiap pekerja merupakan hak dasar yang harus dilindungi dan tidak boleh di abaikan begitu saja dan dimanapun pekerjaan itu dilaksanakan termasuk di darat, dilaut, dibawah permukaan tanah atau di dalam tanah , dipermukaan air ataupun di dalam air. Tempat kerja adalah tempat khusus untuk melakukan usaha baik secara individu maupun kelompok dibantu dengan peralatan kerja, aktivitas ini berkembang sejak sejarah manusia bekerja dari sektor pertanian yang berada di desa berpindah ke pabrik-pabrik yang berada di kota pada awal revolusi industri di eropa.
Keselamatan setiap pekerja merupakan hak dasar yang harus dilindungi dan tidak boleh di abaikan begitu saja dan dimanapun pekerjaan itu dilaksanakan termasuk di darat, dilaut, dibawah permukaan tanah atau di dalam tanah , dipermukaan air ataupun di dalam air. Tempat kerja adalah tempat khusus untuk melakukan usaha baik secara individu maupun kelompok dibantu dengan peralatan kerja, aktivitas ini berkembang sejak sejarah manusia bekerja dari sektor pertanian yang berada di desa berpindah ke pabrik-pabrik yang berada di kota pada awal revolusi industri di eropa.
Pada abad ke -18,
pabrik-pabrik pada saat itu telah melakukan pengawasan bagi para pekerja namun
tindakan penegakkan masih lemah, oleh karena itu pada tahun 1833 di inggris
memperkenalkan pertama kali tugas Inspector keselamatan kerja di bawah factory
Act dengan tujuan mempertegas tindakan yang sebelumnya dianggab lemah.
Prakteknya dari 1844 operator mesin pabrik hanya di awasi oleh 35 Inspector.
Hasilnya pada tahun 1913 tercatat 3750 pekerja meninggal dan 475.000 pekerja
mengajukan klaim cacat setiap tahun, namun hingga saat ini diseluruh dunia,
dalam satu detik terjadi 600 kecelakaan kerja dan dalam satu menit satu juta
pekerja terluka (Valentine Offenloch, OSH
and the world of work, ILO, 2018).
Di Indonesia mengenal
keselamatan kerja sejak awal kolonial hindia belanda dengan di berlakunya Veiligheidsreglement
1910 (St bl. No. 406) seiring beroperasinya pabrik-pabrik gula di pulau jawa,
namun ruang lingkupnya di bengkel kerja. Seiring berkembangnya
industri Veiligheidsreglement 1910 (St
bl. No. 406) tidak relevan dalam
kebutuhan industri sehingga di butuhkan perlindungan keselamatan kerja yang
lebih sesuai dan lebih luas,
Dengan berlakukannya Undang-Undang Nomor 1 tahun
1970 tentang keselamatan kerja. Undang-Undang ini memperluas cakupan bila merupakan tempat
kerja akan menjadi objek pengawasannya termasuk di darat, di laut, diudara di
dalam tanah, dan di bawah permukaan air diwilayah kekuasaan hukum republik
indonesia.
Sedangkan ketentuan
pengawasannya meliputi pekerjaan
pembuatan, percobaan atau penggunaan mesin-mesin, alat perkakas, peralatan dan
instalasi yang mengandung bahaya yang menyebabkan kecelakaan, mengurangi kecelakaan, kebakaran dan
peledakan, secara umum diharapkan setiap pekerja yang melakukan pekerjaan di
tempat kerja dapat kembali kerumah dan berkumpul dengan keluarganya tanpa ada
kekurangan sedikitpun.
Untuk memperkuat
pengawasan keselamatan kerja ini pemerintah mengeluarkan peraturan pemerintah
No. 19 Tahun 1973 tentang pengaturan dan pengawasan keselamatan kerja
pertambangan umum, peraturan ini mempertegas dan merinci lebih detail pekerjaan
yang beresiko tinggi terjadinya nearmis atau kecelakaan dipertambangan umum
meliputi pertambangan mineral dan batu bara dengan tujuan untuk menyelaraskan
dengan peraturan yang sudah ada dipertambangan pada umumnya, sehingga tidak
terjadi tumpang tindih penerapannya, seperti Undang-Undang pokok pertambangan
Nomor 11 tahun 1967 tentang keselamatan pertambangan.
Pada umumnya
implemantasi keselamatan dan kesehatan kerja di industri belum mampu mencegah
terjadinya kecelakaan sebagai mana yang harapkan undang-undang dan
peraturannya. Sehingga di butuhkan suatu sistem yang terukur terkait dengan
keselamatan kerja oleh karena itu pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah
Nomor 50 Tahun 2012 tentang penerapan sistem manajemen keselamatan dan
kesehatan kerja, diharapkan pelaku industri dalam membuat kebijakan dalam
proses usahanya dapat melakukan tinjuan meliputi idetifikasi potensi bahaya, penilaian
dan pengendalian resiko.
Selain itu para pelaku
industri sektor usaha lainnya untuk saling bekerja sama untuk selalu melakukan
perbaikan pada penerapan keselamatan dan kesehatan kerja termasuk peninjauan
sebab akibat kejadian yang membahayakan, kompensasi dan penilaian pekerja yang telah dilakukan, penilaian efesiensi dan efektifitas
sumber daya yang disediakan serta memperhatikan masukan dari pekerja atau
serikat pekerja.
Bagi pelaku industri
kecelakaan kerja sangat berdampak pada produksi karena akan menyebabkan proses
produksi berhenti dan berdampak pada proses lainnya juga tidak bisa berjalan. Kondisi
ini sangat tidak produktif dan akan mengakibatkan kerugian, sehingga muncul pertanyaan
bagaimana untuk mencegah kondisi tersebut tidak terjadi dan bagaimana
pengendalikan resiko kecelakaan ?
Meskipun program
keselamatan telah dilakukan namun pada kenyataanya kecelakaan masih saja
terjadi, beberapa alasan kenapa pekerja masih terluka, antara lain supervisi tidak
memadai, kurangnya pelatihan, pekerja kurang pengalaman, mesin tidak layak
digunakan, tegesa-gesa untuk memenuhi koata produksi, pekerja tidak diyakinkan
menyetop pekerjaan bila kondisi tidak aman, pekerja kurang informasi tentang tata cara
bekerja dengan aman dan pengendalian resiko terhadap potensi bahaya yang diakan atau sedang
di hadapi.
Diharapkan perusahaan selalu
intens untuk memberikan program pelatihan mengenai keselamatan kerja dan
praktek di industri selalu berorientasi pada kerja aman untuk menekan kecelakaan, pekerja juga perlu memahami dan terampil dalam melaksanakan pekerjaannya sehingga pekerja terhindar dari potensi bahaya karena tata cara kerja
tidak sesuai. Cara yang paling efektif untuk membuka
wawasan dan pengetahuan serta merubah perilaku pekerja yaitu melalui pelatihan.
Makin baik suatu program pelatihan artinya program tersebut hampir mendekati praktek keselamatan yang harapkan akan afektif untuk menghindari pekerja untuk melakukan kesalahan dalam melaksanakan pekerjaannya sehingga kecelakaan dapat dicegah. Namun metode lainnya masih relevan seperti menegaskan komitmen untuk selalu mematuhi aturan-aturan keselamatan, menumbuhkan kepercayaan pada manajemen bahwa program keselamatan yang telah berjalan mampu mencegah pekerja dari kecelakaan dan meningkatkan iklam keselamatan di tempat kerja.
Makin baik suatu program pelatihan artinya program tersebut hampir mendekati praktek keselamatan yang harapkan akan afektif untuk menghindari pekerja untuk melakukan kesalahan dalam melaksanakan pekerjaannya sehingga kecelakaan dapat dicegah. Namun metode lainnya masih relevan seperti menegaskan komitmen untuk selalu mematuhi aturan-aturan keselamatan, menumbuhkan kepercayaan pada manajemen bahwa program keselamatan yang telah berjalan mampu mencegah pekerja dari kecelakaan dan meningkatkan iklam keselamatan di tempat kerja.
Di negara industri nya
telah maju, implemantasi keselamatan kerja sangat baik, budaya bersih, rapi,
antri, dan banyak lagi contoh yang ada pengaruh terbangunnya budaya keselamatan
kerja, dan lebih meyakinkan budaya keselamatan juga sangat baik penerapannya
diluar pekerjaan seperti dijalan raya, di tempat-tempat umum, dterminal, di tempat
ibadah, stasiun, pertokoon bahkan di lingkungan pemukiman.
Jepang, sebelum tahun
1960, kecelakaan masih tinggi, namun pada tahun 1973 jumlah kecelakaan berakibat
fatality dan hilangnya hari kerja lebih dari 4 hari terus menurun sampai
sekarang, keberhasilan mengurangi angka kecelakaan merupakan hasil dari upaya perbaikan
yang telah dilakukan baik di tempat kerja maupun di luar tempat kerja. Apa yang
membuat jepang dapat membuat iklim kselamatan sehingga menjadi budaya di
masyarakatnya karena mulai pemangku kepentingan sampai masyarakat sangat sadar
bahwa keselamatan kerja merupakan keharusan dan pendekatan secara suka rela
melalui partisipasi masyarakat para pengusaha dan para pekerja dan tidak kalah pentingnya
dukungan masyarakat.
Industri pertambangan batubara
di Inggris pada tahun 1995 mendapati angka kecelakaan paling tinggi, padahal 7
tahun sebelumnya tidak pernah terjadi kecelakaan berakibat fatal, namun rentang
waktu 2006-2009 telah terjadi kecelakaan dengan 7 pekerja meninggal dan
diiringi dengan tingkat incident yang terus meningkat. Pemerintah inggris
berupaya memperbaiki kinerja keselamatan kerja melalui pendekatan budaya,
Patrick Poster & Stuart hoult, dalam jurnal Minerals 2013, Vol.3 pp 57-72, bahwa model budaya keselamatan telah
dikembangkan di industri pertambangan di inggris untuk menilai tingkat
pemenuhan dan keefektipan implementasi keselamatan kerja berbasis sistem
manajeman.
Model budaya keselamatan
kerja di inggris dikembangkan dengan mengintegrasikan model Hudson, Anglo American and
Minerals Industry Risk Management (MIRM) Maturity Chard beserta 12 elemen sistem
manajemen yang dinamai UKCoal Journey Model. Untuk mendapatkan gambaran
kematangan budaya keselamatan dilakukan “Self-assessment” setiap individu di
seluruh tambang terbuka maupun tambang tertutup.
Namun di indonesia keselamatan
dan kesehatan kerja masih dianggab beban sebagian besar pengusaha kerena harus
mengeluarkan biaya tambahan untuk melaksanakan program-program keselamatan sedangkan
pekerja masih sangat minim pengetahuan dan wawasannya selain itu penggunaan
perangkat keselamatan belum nyaman bagi para pekerja pada saat
menggunakannya bila sedang bekarja sehingga program-program keselamatan
sepertinya berjalan lambat.
International Labour Organization (ILO) menyatakan kemajuan
keselamatan kerja sangat tergantung pada kondisi sosial dan ekonomi suatu
negara, angka kematian dan cedera di negara berkembang masih terbilang tinggi,
di negara industri berhasil mengurangi angka cidera serius merupakan
keberhasilan upaya perbaikan yang berkelanjutan program-program keselamatan
kerja. ILO saat ini memberikan perhatian sangat serius pada pengembangan perilaku keselamatan pada pekerja generasi mellennial yang sedang tumbuh saat ini melalui pendekatan budaya
keselamatan kerja sebagai strategi global di seluruh dunia.
Banyak teori dan model
pembentuk budaya keselamatan kerja yang intinya tidak hanya pendekatan pada
sistem dan engineering yang berkembang di indonesia pada saat ini namun
dibanyak kejadian disebabkan oleh kesalahan manusia, model ini belum mampu sepenuhnya mengurangi angka kecelakaan.
Oleh karena itu penulis menekankan pendekatan pada manajemen sumber daya manusia, sebagai upaya untuk mengarahkan semua pekerja di semua tingkatan dapat berubah perilakunya dan mempunyai komitmen yang tinggi untuk menjalankan semua ketentuan keselamatan kerja yang telah di sepakati, (Allan & Mayer, 1990) menemukan bahwa komitmen di pengaruhi oleh kepribadian, sosial ekonomi, dan budaya yang mempunyai nilai-nilai yang tertanam pada setiap individu dan masyarakat.
Oleh karena itu penulis menekankan pendekatan pada manajemen sumber daya manusia, sebagai upaya untuk mengarahkan semua pekerja di semua tingkatan dapat berubah perilakunya dan mempunyai komitmen yang tinggi untuk menjalankan semua ketentuan keselamatan kerja yang telah di sepakati, (Allan & Mayer, 1990) menemukan bahwa komitmen di pengaruhi oleh kepribadian, sosial ekonomi, dan budaya yang mempunyai nilai-nilai yang tertanam pada setiap individu dan masyarakat.
Untuk membangun budaya
keselamatan di suatu negara, konvensi ILO C 151 Occupational safety and health convention pada tahun 1981 dan promotional
frame for OHS convention (C187) tahun 2006, indonesia telah meratifikasi
konvensi tersebut, tujuannya adalah memberikan petunjuk untuk hal yang di
butuhkan membangun terlibatan 3 komponen yaitu pemerintah, pengusaha dan
pekerja dalam mengembangkan budaya keselamatan di Indonesia.
Dengan uraian di atas
semakin jelas bahwasanya keselamatan kerja memiliki filosofi untuk melindungi dan
menghindari pekerja dari kecelakaan merupakan suatu niscayaan dan dapat
dilakukan secara terukur dengan pendekatan budaya. Bulan K3 Nasional 2018 “Melalui Budaya
Keselamatan dan Kesehatan Kerja Mendorong Terbentuknya Bangsa Berkarakter”
dapat terwujud, Semogaaa..