Keselamatan dan Kesehatan Kerja Dipertambangan

yusuf-arnold.blogspot.com,
Perlambatan ekonomi dunia dan dampaknya pada pelemahan permintaan komoditas diberbagai negara lain, membuat Industri Pertambangan di Indonesia mengalami keterpurukan, namun tidak menyurutkan semangat perusahaan – perusahaan tambang untuk berbenah mulai effesiensi sampai usaha untuk merevisi regulasi pemerintah yang dipandang tidak sesuai dengan perkembangan operasi pertambangan sehingga dalam implementasinya sebagian tidak mampu menyelesaikan permasalahan – permasalahan yang dihadapi terutama kemajuan teknologi peralatan dan metode kerja yang aman.


Sampai triwulan III tahun 2015 tercatat 474 pemegang Ijin Usaha Jasa Pertambangan Mineral Batubara (IUJP MINERBA) dan 805 Surat Keterangan Terdaftar (SKT) dan 129 perusahaan memiliki keduanya (sumber KESDM), dimana perusahan tersebut terdiri dari Penanaman Modal Asing, Swasta Nasional, BUMN, kondisi ini merupakan pertumbuhan yang sangat tinggi bila dibanding lima belas tahun lalu dimana perusahaan tambang dimiliki oleh negara umumnya berstatus BUMN.

Pada pertemuan Kepala Teknik Tambang seluruh Indonesia di Jakarta kali ini membicarakan tentang draft revisi Keputusan Menteri Pertambangan Dan Energi Nomor : 555.K/26/M.PE/1995 Tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Pertambangan Umum,  dimana KEPMEN ini telah mengawal perkembangan pertambangan Mineral Batu Bara selama 20 tahun, sebagaimana yang sampaikan oleh Ir. M. Hendrasto, M.Sc selaku Kepala Inspektur Tambang, dengan perkembangan industri pertambangan yang sangat pesat menjadikan industri ini padat modal, berteknologi dan berisiko tinggi, dengan kapasitas besar sehingga berpengaruh terhadap sosial masyarakat.

Selain itu upaya ini untuk menyelaraskan dengan Perundangan dan peraturan di bidang Keselamatan dan Kesehatan Kerja serta standard yang telah diperbaharui sebelumnya sesuai kondisi terkini, untuk itu Pemerintah, Badan Usaha, Akademisi, Praktisi dan pemangku kepentingan lainnya untuk bersama – sama memberikan pemikiran dan saran sebagai usaha perbaikan dan perbaharuan yang terbaik dan benar.

Sejarah lahirnya KEPMEN ini dengan sangat detail disampaikan oleh Binsar Hutauruk selaku perumus pada saat itu, dimana diberlakukannya Mijn Politie Reglement ( MPR ) Staatsblat 1930 No. 341,  peran Inspektur Tambang sangat dilematis, seperti penunjukkan Kepala Teknik Tambang hanya berupa bukti-bukti mereka bisa melakukan tugas sebagai Kepala Teknik Tambang dan dapat ditunjuk oleh Kepala Inspektur Tambang. Namun dalam menjalankan tugasnya tidak ada sangsi bila melanggar ketentuan yang ada, sehingga pelanggaran bahkan aturan yang telah ditetapkan tidak dihiraukan sehingga tujuan dari MPR tidak tercapai, selain itu diperparah sarana dan prasarana Keselamatan tidak tersedia karena harganya pada saat itu relatif mahal. 

Sejak disahkannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja, pengawasan pertambangan terjadi tumpang tindih karena MPR dan Undang – Undang Pokok Pertambangan Nomor 11  Tahun 1967  telah mengatur tentang pengawasan Keselamatan Pertambangan ini. Dengan pertimbangan bahwa sumber daya di kementerian pertambangan, sudah mampuni untuk melakukan pengawasan keselamatan maka keluarlah Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1973, Tentang Pengaturan dan Pengawasan Keselamatan Kerja di Bidang Pertambangan. 

Dalam perjalanannya penerapan PP ini memberikan pengaruh terhadap kesadaran akan pentingnya Keselamatan dalam bekerja, hal ini terlihat dibeberapa perusahaan tambang mulai menggunakan Alat Pelindung Diri dan sepatu safety walaupun penggunaannya belum secara masif dan lebih pada formalitas, namun ini dapat dikatakan suatu kemajuan sehingga penekanan dibutuhkan supaya lebih baik lagi kesadaran pentingnya Keselamatan Kerja.

Untuk meningkatkan pengawasan lebih luas dan teknis di butuhkan Keputusan Menteri untuk dapat memberikan pedoman kepada perusahaan tambang, sehingga dibutuhkan Brainstorming ke ILO sesuai saran yang diberikan beberapa Inspektur Tambang di kirim untuk belajar dan bekerja perusahaan tambang diluar negeri seperti Jerman, UK, USA, Australia  untuk mendalami operasi tambang yang baik dan benar pada saat itu, setelah team perumus memiliki kemampuan dan di pandu oleh para ahli Pertambangan dari ILO maka terbitkan KEPMEN No. 555.K/26/M.PE/1995 Tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pertambangan Umum.

Setalah dua puluh tahun penerapannya Kepmen ini dibutuhkan penyesesuaian kondisi terkini supaya mampu memberikan pedoman sesuai dengan kekiniannya pada operasi tambang di Indonesia, untuk memudahkan dalam dalam penyusunan perubahan, setiap bab di dibentuk team perumus terdiri dari praktisi pertambangan, akademisi dan Inspektur Tambang  sesuai keahliannya, mereka bekerja untuk memberikan masukkan kondisi terkini, menyesuaikan dengan peraturan terbaru, mempertimbangkan kecelakaan tambang yang telah terjadi sebelumnya, menghilangkan peraturan yang dianggab tidak relevan. 

Dalam kaitan ini pengawasan tentang Pesawat Angkat yang dioperasikan di pertambangan tentunya membutuhkan pengawasan yang lebih detail sehingga membutuhkan penyesuian kondisi terkini dalam hal peraturannya, sebagaimana dirasakan carut marutnya pelaksanaan Sertifikasi, para pemilik Alat masih belum bisa menentukan siapa yang lebih tepat dalam menerbitkan Sertifikasi.

Sertifikasi Pesawat Angkat, apakah dilaksanakan oleh Dinas Tenaga Kerja atau KESDM, karena sama-sama memiliki kewenangan, KESDM mempunyai otoritas pengawasan pertambangan dan Dinas Tenaga Kerja memiliki kewenangan untuk melakukan Sertifikasi Peralatan sesuai peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor : per.05/MEN/1985 Tentang Pesawat Angkat dan Angkut.

Di tambah lagi  perusahaan Jasa Inspeksi Teknik mempunyai tata cara sendiri, sehingga tidak seragam dalam tahapan pelaksanaannya, kecenderungan mengabaikan tahapan penting dalam pelaksanaannya seperti penggunaan peralatan Inspeksi Wire Rope Tester untuk memeriksa Wire Rope, Inspektor tidak kompeten karena tidak memiliki Sertifikat atau Penunjukkan dari Pemerintah.

Hal ini tentu merugikan pemilik Pesawat Angkat karena pelaksanaan Inspeksi dan Pengujian sangat minim dan tidak detail, dan tentunya akan memberikan mempengaruh negatif pada tatanan bisnis Perusahaan Jasa Inspeksi Teknik kedepannya kerena tidak kompetitif, selain itu hasil pelaksanaannya tidak akan memberikan pengaruh positif pada Keselamatan operasi peralatan tersebut.

Selain itu masa berlaku Sertifikat Kelayakan Penggunaan Peralatan di perusahaan tambang belum seragam, dan pertimbangannya lebih pada besaran pembiayaan dan jumlah peralatan yang dimiliki. Dibutuhkan suatu metode percepatan pelaksanaan pekerjaan sertifikasi sehingga sebelum masa berlaku SKPP habis, peralatan telah di Inspeksi dan Di uji oleh PJIT.

Sejatinya pelaksanaan Inspeksi dan Pengujian peralatan merupakan ruang lingkup terbesar dalam Sertifikasi sehingga model yang sangat memungkin untuk mengatasi keterlambatan ini dengan menentukan masa berlaku SKPP  2 tahun dan setiap tahunnya dilakukan Inspeksi dan pengujian berkala dan setelah masa 2 tahun,  Inspeksi dan pengujian dilanjutkan ke penerbitan SKPP dengan mempertimbangkan hasil Inspeksi dan pengujian sebelumnya. Dengan demikian peralatan tersebut memenuhi persyaratan Inspeksi yang tertuang dalam standard.

Selain itu Operator Pesawat Angkat dan Angkut juga tidak kalah pentingnya untuk diatur dalam Peraturan Menteri ini, sebagaimana di ketahui di pertambangan umumnya menerapkan Lisensi K3 di terbitkan oleh Kementerian Tenaga Kerja namun untuk dapat bekerja di pertambangan umum disyaratkan bagi operator untuk meregestrasi Lisensi K3 yang dimilikinya ke KESDM, untuk menghindari banyaknya peraturan dengan objek yang sama akan lebih bijaksana bila regestrasi ini di tiadakan karena Sertifikasi Kompetensi Operator telah diterbitkan oleh  Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP).

Dengan mempertimbangkan aspek keselamatan dan biaya  tentunya dapat di ukur dengan melakukan kajian untuk mendapatkan suatu model lebih implementatif dan seimbang yang akan menjadi jawaban yang tepat untuk permasalahan yang sedang dihadapi dan tantangan yang akan datang. 

Semoga perubahan Keputusan Menteri ini diusulkan menjadi Peraturan Menteri akan menjadi pedoman Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Pertambangan Mineral Batubara dapat memberikan solusi semua permasalahan yang dihadapi disetiap operasi pertambangan, selain itu dapat memberikan pengaruh signifikan bagi peningkatan kinerja Keselamatan dan Kesehatan Kerja Indonesia sehingga memberikan kepercayaan dan kenyamanan kepada Investor dalam menjalankan usahannya  serta meningkatkan kesejahteraan bagi masyarakat.