Keselamatan Crane - Peristiwa Masjidil Haram

Arnold Tower Crane
yusuf-arnold.blogspot.com
Berita duka tanggal 11 September 2015 datang dari tanah suci Masjidil Haram di Makkah Arab Saudi, jamaah calon haji tertimpa Mobile Crane yang terjungkal. Dalam tragedi ini dilaporkan sebanyak 107 jamaah meninggal dunia dan 238 jamaah luka-luka dari seluruh dunia, termasuk 2 calon jamaah haji asal Indonesia meninggal dunia dan 42 jamaah mengalami luka-luka (Sumber : Republika Online) masih memungkinkan jumlah korban akan bertambah. Berdasarkan Reporter Al-Jazeera, dikutip dari Arrahma.com, Crane jatuh di lantai tiga Masjidil Haram dekat gerbang Al-Salam di sisi atas wilayah Al-Masaa sehingga menyebabkan kerusakan sebagian bangunan Al-Masaa dan sebagian lagi Al-Mataf.  Peristiwa ini merupakan jumlah korban terbesar dalam sejarah akibat kecelakaan penggunaan Mobile Crane dalam pekerjaan Konstruksi.

Penggunaan Mobile Crane dalam pekerjaan konstruksi harus memperhatikan dan menjalankan syarat-syarat Keselamatan Kerja termasuk pada saat Mobile Crane tidak digunakan (posisi standby). Pertimbangan keselamatan tersebut tidak hanya para pekerja dan instalasi di sekitar pekerjaan, juga termasuk orang lain yang tidak terlibat dalam pekerjaan tersebut namun berdampak secara langsung atau tidak langsung atas keselamatannya. Dalam hal ini termasuk jamaah calon haji yang sedang menjalankan ibadah. 


Sebagaimana disampaikan oleh Direktur Jenderal Otoritas Sipil Saudi, terjungkalnya Mobile Crane di sebabkan oleh hujan dan angin dengan kecepatan 83 Km/Jam, kondisi ini dapat disebut badai. Dengan pertimbangan keselamatan operasi, tentunya setiap pekerjaan harus dihentikan dan memberikan peringatan kepada semua orang untuk mencari tempat  aman yang telah ditentukan, sehingga apabila terjadi situasi yang tidak terkendali semua orang dapat diselamatkan. 

Dalam kejadian ini nampaknya perusahaan pelaksana proyek atau Otoritas Sipil Saudi terlambat dalam mengantisipasi kondisi terburuk bila menempatkan Mobile Crane di lingkungan sekitar Masjid dengan banyaknya jamaah calon haji yang sedang beribadah.


Sejatinya, aspek keselamatan adalah hal utama dalam pelaksanaan pekerjaan proyek di manapun. Menempatkan Manusia, fasilitas, bangunan dan peralatan serta lingkungan dalam kondisi aman merupakan suatu keharusan, sehingga tidak ada alasan untuk mengabaikannya. Untuk apa suatu tujuan proyek tercapai bila dalam prosesnya banyak menimbulkan kerugian bahkan kematian.

Begitu banyak metode dapat dilakukan dalam usaha untuk mencegah kejadian ini termasuk bila terjadi badai sekalipun. Hilangkan anggapan bahwa setiap kejadian celaka yang mengakibatkan kerugian bahkan kematian merupakan takdir semata-mata. Percaya dan yakini bahwa setiap kejadian bahaya sebenarnya dapat dicegah atau diminimalisir. Para pakar, praktisi dan Pemerintah selalu mendorong melakukan kajian untuk  menciptakan lingkungan kerja yang aman bagi semua orang.

Namun betapapun hebatnya kajian dan metode yang digunakan untuk mencegah terjadinya kejadian atau celaka tentunya sangat tergantung pada diri kita sendiri untuk meyakininya. Bila kita yakin akan memberikan keselamatan, tentu mulai dari pola pikir, hati dan perilaku akan menyatu dalam melaksanakan setiap pekerjaan yang kita lakukan. Tidak hanya di lingkungan kerja, bahkan sampai kebiasaan kita di manapun berada, termasuk bila berada di rumah, di jalan, bahkan di tempat ibadah. Keselamatan merupakan tanggungjawab setiap orang.


Mengingat tragedi terjungkalnya Mobile Crane di Masjidil Haram, besar harapan kita peristiwa ini tidak terulang di tempat lain dan cukup sekali ini saja. Bagaimana pun Mobile Crane pada umumnya mempunyai aturan-aturan dalam pengoperasiannya. Dalam peristiwa ini, Mobile Crane terjungkal kebelakang (Backward Condition). Dalam Standard ASME B30.5 diatur batas minimum kondisi aman untuk menahan posisi jungkitnya, bila melebihi kondisi tersebut maka akan terjungkal. Sehingga Standard tersebut menentukan Minimum Stabilitas Kondisi Jungkit (Minimum Backward Stability Conditions). 

Untuk Mobile Crane jenis Crawler sebagaimana yang digunakan untuk proyek perluasan Masjidil Haram, Crawler Crane tersebut harus memiliki jarak antara titik berat Crane ke sumbu meja putar secara horizontal, tidak melebihi 70% dari jarak radial  sumbu meja putar ke titik tumpu sesat akan jungkit (tipping) ke belakang yang terus mengarah pengurangan stabilitasnya. Titik tumpu ini dapat dilihat pada kondisi Crane Level, Shoe Plate paling ujung belakang kontak langsung dengan landasan tanah pada crawler. Selain itu titik berat crane akan berubah bila sudut dan panjang boom berubah.


Kemampuan setiap Mobile Crane dalam mempertahankan keselamatan operasinya dipengaruhi oleh kekuatan konstruksi dan stabilitas. Untuk membedakan pengaruh tersebut dilihat dari setiap kejadian, misalnya komponen mengalami kerusakan seperti boom patah, wire rope putus, baut putus dll, kondisi ini di pengaruhi kekuatan konstruksi.


Namun bila Crane terjungkal, terjerembab dan terbalik, kondisi ini dipengaruhi oleh stabilitasnya, dalam pengoperasiannya kondisi ini disebabkan levelling Crane tidak merata, menggunakan boom panjang  lebih dari 15 meter – tergantung spesifikasi, dan kondisi cuaca ekstrim.

Bagaimana bila Mobile Crane tidak digunakan dan diposisikan standby ?, ada beberapa kondisi yang harus diperhatikan dan dijalankan dengan tujuan stabilitas maksimum dapat dicapai. Misalnya Crane diposisikan dengan boom dan radius terpendek, pastikan tidak ada barang yang menggantung di hook, crane berdiri dalam kondisi level sempurna, tangki Bahan Bakar terisi lebih dari separo.


Dalam peristiwa di Masjidil Haram, Mobile Crane standby masih menggunakan Boom sangat panjang bahkan di tambah fly jib. Selain itu Minimum Backward Stability Conditions tidak terpenuhi,  sehingga pada saat cuaca dan kecepatan angin ekstrim datang menerjang, maka Mobile Crane terjungkal. 

Tidak dapat dipungkiri, penggunaan alat berat seperti Crane dalam pekerjaan konstruksi merupakan suatu kebutuhan penting dalam mempercepat penyelesaian pelaksanaan pekerjaan proyek. Termasuk juga di Indonesia, dimana Pemerintahan sekarang menitikberatkan pembangunan konstruksi, tentunya peristiwa terjungkalnya Mobile Crane di Masjidil Haram dapat menjadi pelajaran lebih meningkatkan kepedulian akan pentingnya keselamatan kerja kepada semua lapisan masyarakat.


Selanjutnya pihak Pemerintah dan Perusahaan Jasa Konstruksi dapat duduk bersama untuk memberikan solusi terbaik untuk meningkatkan kelayakan penggunaan peralatan dengan memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada masyarakat untuk melakukan pengawasan keselamatan pada peralatan yang digunakan dalam pekerjaan konstruksi.


Sampai saat ini peralatan berat seperti Crane, Doozer, Forklift yang digunakan dalam pelaksanaan pekerjaan konstruksi belum maksimal di pengawasannya. Masih ada peralatan tersebut yang belum layak digunakan, namun dengan alasan waktu penyelesaian pekerjaan yang mepet alat tersebut tetap digunakan. Bukan hanya itu, kecelakaan juga banyak disebabkan oleh kurang kompetennya personil yang mengoperasikan peralatan berat. Tentunya ini sangat merugikan semua pihak termasuk pengusaha dan pekerja bila terjadi suatu kecelakaan yang tidak kita harapkan.

Akhirnya sudah saatnya  kita membutuhkan “SAFETY PASSPORT“ untuk setiap tenaga kerja untuk semakin memberikan jaminan dan kenyamanan atas sikap kita yang selalu peduli dan menjunjung  tinggi Keselamatan Kerja kepada dunia.