Berita duka tanggal 11 September 2015 datang dari
tanah suci Masjidil Haram di Makkah Arab Saudi, jamaah calon haji tertimpa Mobile
Crane yang terjungkal. Dalam tragedi ini dilaporkan sebanyak 107 jamaah meninggal dunia dan 238
jamaah luka-luka dari seluruh dunia, termasuk 2 calon jamaah haji asal Indonesia
meninggal dunia dan 42 jamaah mengalami luka-luka (Sumber : Republika Online) masih memungkinkan jumlah korban akan bertambah. Berdasarkan Reporter Al-Jazeera, dikutip dari Arrahma.com, Crane jatuh di
lantai tiga Masjidil Haram dekat gerbang Al-Salam di sisi atas wilayah Al-Masaa sehingga
menyebabkan kerusakan sebagian bangunan Al-Masaa dan sebagian lagi Al-Mataf. Peristiwa ini merupakan jumlah korban terbesar
dalam sejarah akibat kecelakaan penggunaan Mobile Crane dalam pekerjaan
Konstruksi.
Penggunaan
Mobile Crane dalam pekerjaan konstruksi harus memperhatikan dan menjalankan
syarat-syarat Keselamatan Kerja
termasuk pada saat Mobile Crane tidak digunakan (posisi standby). Pertimbangan
keselamatan tersebut tidak hanya para pekerja dan instalasi di sekitar
pekerjaan, juga termasuk orang lain yang tidak terlibat dalam pekerjaan
tersebut namun berdampak secara langsung atau tidak langsung atas
keselamatannya. Dalam hal ini termasuk jamaah calon haji yang sedang
menjalankan ibadah.
Sebagaimana disampaikan oleh Direktur Jenderal Otoritas Sipil
Saudi, terjungkalnya Mobile Crane di sebabkan oleh hujan dan angin dengan
kecepatan 83 Km/Jam, kondisi ini dapat disebut badai. Dengan pertimbangan
keselamatan operasi, tentunya setiap pekerjaan harus dihentikan dan memberikan
peringatan kepada semua orang untuk mencari tempat aman yang telah ditentukan, sehingga apabila
terjadi situasi yang tidak terkendali semua orang dapat diselamatkan.
Dalam kejadian ini nampaknya perusahaan pelaksana proyek atau Otoritas Sipil Saudi terlambat dalam mengantisipasi kondisi terburuk bila menempatkan Mobile Crane di lingkungan sekitar Masjid dengan banyaknya jamaah calon haji yang sedang beribadah.
Dalam kejadian ini nampaknya perusahaan pelaksana proyek atau Otoritas Sipil Saudi terlambat dalam mengantisipasi kondisi terburuk bila menempatkan Mobile Crane di lingkungan sekitar Masjid dengan banyaknya jamaah calon haji yang sedang beribadah.
Sejatinya,
aspek keselamatan adalah hal utama dalam pelaksanaan pekerjaan proyek di manapun. Menempatkan Manusia, fasilitas, bangunan dan peralatan serta lingkungan dalam kondisi aman
merupakan suatu keharusan, sehingga tidak ada alasan untuk mengabaikannya. Untuk
apa suatu tujuan proyek tercapai bila dalam prosesnya banyak menimbulkan
kerugian bahkan kematian.
Begitu banyak metode dapat dilakukan dalam usaha untuk mencegah kejadian ini termasuk bila terjadi badai sekalipun. Hilangkan anggapan bahwa setiap kejadian celaka yang mengakibatkan kerugian bahkan kematian merupakan takdir semata-mata. Percaya dan yakini bahwa setiap kejadian bahaya sebenarnya dapat dicegah atau diminimalisir. Para pakar, praktisi dan Pemerintah selalu mendorong melakukan kajian untuk menciptakan lingkungan kerja yang aman bagi semua orang.
Begitu banyak metode dapat dilakukan dalam usaha untuk mencegah kejadian ini termasuk bila terjadi badai sekalipun. Hilangkan anggapan bahwa setiap kejadian celaka yang mengakibatkan kerugian bahkan kematian merupakan takdir semata-mata. Percaya dan yakini bahwa setiap kejadian bahaya sebenarnya dapat dicegah atau diminimalisir. Para pakar, praktisi dan Pemerintah selalu mendorong melakukan kajian untuk menciptakan lingkungan kerja yang aman bagi semua orang.
Namun
betapapun hebatnya kajian dan metode yang digunakan untuk mencegah terjadinya
kejadian atau celaka tentunya sangat tergantung pada diri kita sendiri untuk
meyakininya. Bila kita yakin akan memberikan keselamatan, tentu mulai dari pola
pikir, hati dan perilaku akan menyatu dalam melaksanakan setiap pekerjaan yang
kita lakukan. Tidak hanya di lingkungan kerja, bahkan sampai kebiasaan kita di manapun
berada, termasuk bila berada di rumah, di jalan, bahkan di tempat ibadah. Keselamatan merupakan tanggungjawab setiap
orang.
Mengingat
tragedi terjungkalnya Mobile Crane di Masjidil Haram, besar harapan kita
peristiwa ini tidak terulang di tempat lain dan cukup sekali ini saja. Bagaimana
pun Mobile Crane pada umumnya mempunyai aturan-aturan dalam pengoperasiannya.
Dalam peristiwa ini, Mobile Crane terjungkal kebelakang (Backward Condition). Dalam Standard
ASME B30.5 diatur batas minimum kondisi aman untuk menahan posisi jungkitnya,
bila melebihi kondisi tersebut maka akan terjungkal. Sehingga Standard tersebut
menentukan Minimum Stabilitas Kondisi Jungkit (Minimum Backward Stability
Conditions).
Untuk Mobile Crane jenis Crawler sebagaimana yang digunakan
untuk proyek perluasan Masjidil Haram, Crawler
Crane tersebut harus memiliki jarak antara titik berat Crane ke sumbu meja
putar secara horizontal,
tidak melebihi 70% dari jarak radial sumbu meja putar ke titik tumpu sesat akan jungkit (tipping) ke belakang yang terus mengarah
pengurangan stabilitasnya. Titik tumpu ini dapat dilihat pada kondisi Crane
Level, Shoe Plate paling ujung
belakang kontak langsung dengan landasan tanah pada crawler. Selain itu titik
berat crane akan berubah bila sudut dan panjang boom berubah.
Kemampuan setiap Mobile Crane dalam mempertahankan
keselamatan operasinya dipengaruhi oleh kekuatan konstruksi dan stabilitas. Untuk membedakan pengaruh tersebut dilihat dari setiap kejadian, misalnya
komponen mengalami kerusakan seperti boom patah, wire rope putus, baut putus
dll, kondisi ini di pengaruhi kekuatan konstruksi.
Namun bila Crane terjungkal,
terjerembab dan terbalik, kondisi ini dipengaruhi oleh stabilitasnya, dalam
pengoperasiannya kondisi ini disebabkan levelling Crane tidak merata,
menggunakan boom panjang lebih dari 15
meter – tergantung spesifikasi, dan kondisi cuaca ekstrim.
Bagaimana bila Mobile Crane tidak digunakan dan
diposisikan standby ?, ada beberapa kondisi yang harus diperhatikan dan dijalankan
dengan tujuan stabilitas maksimum dapat dicapai. Misalnya Crane diposisikan
dengan boom dan radius terpendek, pastikan tidak ada
barang yang menggantung di hook, crane berdiri dalam kondisi level sempurna,
tangki Bahan Bakar terisi lebih dari separo.
Dalam peristiwa di Masjidil
Haram, Mobile Crane standby masih menggunakan Boom
sangat panjang bahkan di tambah fly jib. Selain itu Minimum
Backward Stability Conditions tidak terpenuhi, sehingga pada saat cuaca dan kecepatan angin
ekstrim datang menerjang, maka Mobile Crane
terjungkal.
Selanjutnya pihak Pemerintah dan Perusahaan Jasa
Konstruksi dapat duduk bersama untuk memberikan solusi terbaik untuk meningkatkan
kelayakan penggunaan peralatan dengan memberikan kesempatan seluas-luasnya
kepada masyarakat untuk melakukan pengawasan keselamatan pada peralatan yang
digunakan dalam pekerjaan konstruksi.
Sampai saat ini peralatan berat seperti Crane,
Doozer, Forklift yang digunakan dalam pelaksanaan pekerjaan konstruksi belum
maksimal di pengawasannya. Masih ada peralatan tersebut yang belum layak
digunakan, namun dengan alasan waktu penyelesaian pekerjaan yang mepet alat
tersebut tetap digunakan. Bukan hanya itu, kecelakaan juga banyak disebabkan
oleh kurang kompetennya personil yang mengoperasikan peralatan berat. Tentunya
ini sangat merugikan semua pihak termasuk pengusaha dan pekerja bila terjadi
suatu kecelakaan yang tidak kita harapkan.
Akhirnya sudah saatnya kita membutuhkan “SAFETY PASSPORT“
untuk setiap tenaga kerja untuk semakin memberikan jaminan dan kenyamanan
atas sikap kita yang selalu peduli dan menjunjung
tinggi Keselamatan Kerja kepada
dunia.